Batam-(RempangPos.Com)- Ketua DPP LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI), Agustien Hartoyo Lumbangaol mengatakan pihaknya menerima aduan dari mantan karyawan JNE dalam jabatan Anambas Unit Head yang bernama, Safri Firdiansyah pada, Senin (18/11/2024) lalu.
Mantan karyawan JNE tersebut mengadukan tentang adanya dugaan yang disangkakan tanpa disertai dengan bukti yang akurat tentang penggelapan dalam jabatan yang mengabaikan azas praduga tak bersalah.
“Yang bersangkutan mengadukan kepada lembaga ini tentang adanya dugaan yang disangkakan tanpa ada suatu bukti dugaan penggelapan dengan mengabaikan azas praduga tak bersalah,” ungkap Agustien Hartoyo atau yang sering di panggil Marbun86, Jum’at (21/11/2024) siang.
Lebih lanjut Marbun86 menjelaskan, berdasarkan pengakuan dari Safri bahwasannya dia memang mengakui telah memakai sejumlah uang yang digunakan untuk menunjang operasional JNE di Unit Anambas, Tarempa.
Kenapa hal tersebut bisa terjadi lanjutnya, dikarenakan tidak adanya kepastian sebagaimana yang dijanjikan secara SOP dari perusahaan.
“Termasuk SK penempatan Safri di Tarempa tidak ada. Bonus yang dijanjikan juga tidak ada, bahkan gajinya sendiri setara dengan umk yang ada di kota Batam,” sebutnya.
Sementara lanjutnya, posisi Tarempa itu sendiri tidak sama dengan kota Batam. Tarempa itu berada di wilayah kepulauan, sehingga membutuhkan biaya extra dalam hal pengiriman barang.
Oleh karenanya, untuk mengatasi hal tersebut yang bersangkutan membuat inisiatif untuk menyelesaikan pengiriman barang ke pulau-pulau dengan mengekuarkan biaya pribadinya.
“Namun ketika semua biaya itu di klaim ke perusahaan, tidak ada satupun backup dari JNE Cabang Batam,” imbuhnya.
Parahnya, semua biaya yang sudah dikeluarkan oleh Safri menjadi tanggung jawabnya sendiri. JNE Cabang Batam menolak semua biaya yang sudah diajukan oleh Safrie.
Masih menurut Marbun86, sebelumnya Safrie sudah memiliki itikad baik menitipkan Sertifikat Tanah Asli milik orangtuanya sebagai jaminan bahwa dia bersedia bertanggung jawab atas semua biaya yang dibebankan.
Kemudian, setelah sertifikat tanah asli tersebut diserahkan ke perusahaan JNE Cabang Batam, muncullah tudingan yang lebih memberatkan dengan prasangka yang mengabaikan azas praduga tak bersalah, yang menuding penggelapan dana perusahaan sebesar Rp 300 juta.
“Awalnya biaya yang muncul hanya sebesar Rp 78 juta. Tapi, setelah Safrie menyerahkan sertifikat tanah asli orangtuanya sebagai jaminan, malah muncul angka sebesar Rp 300 juta. Ada apa ini,” ucap Marbun86 terheran.
Masih menurut Marbun86, merasa ada gelagat yang tidak baik, akhirnya Safri meminta dilakukan pendampingan dari LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI).
Lanjutnya, setelah pihaknya diberikan mandat untuk melakukan pendampingan, pihaknya pun langsung bergerak cepat melakukan tindakkan.
“Kami sudah kirimkan surat Somasi yang pertama. Namun, pihak JNE yang diwakili oleh Kepala Cabang JNE Batam tidak bersedia memberikan kejelasan atas apa yang kami mintakan dalam surat somasi,” imbuhnya.
Kemudian, Kepala Cabang JNE Batam juga menyatakan bahwa apa yang dituduhkan mantan karyawannya tidaklah benar. Tapi, pihak JNE Batam tidak bisa menyertakan buktinya.
Tidak berhenti sampai disitu, pihaknya juga mengirimkan surat somasi yang kedua. Kali ini, surat somasi tersebut ditujukan kepada Human Capital Operation Division Head JNE Pusat di Jakarta.
“Namun jika somasi kedua kami tidak juga ditanggapi, maka kami akan melakukan konferensi pers di media, serta membuat laporan rwsmi ke pihak Kepolisian,” tegasnya.
Pihaknya menilai, Kepala Cabang JNE Batam patut diduga telah melakukan perbuatan penggelapan dana setoran yang dilakukan melalui rekening pribadinya dan bukan melalui rekening milik perusahaan.
“Setiap ada setoran dari kurir di Anambas, uangnya disetor melalui rekening pribadi kepala cabang. Dan, kami memiliki bukti setornya,” sebutnya.
Lanjut Marbun86, mengenai tudingan penggelapan uang sebesar Rp 300 juta yang dialamatkan ke Safrie, fakta sebenarnya bahwasannya ada beberapa kurir di Anambas yang tidak menyetorkan uang dari konsumen ke perusahaan.
“Kurir disana lambat menyetorkan uang ke perusahaan sehingga jumlahnya semakin lama semakin membengkak. Parahnya, semua tunggakan itu dibebankan ke Safri,” ungkapnya.
Pihaknya juga sudah mencoba menghubungi kepala cabang JNE Batam untuk mempertanyakan hal tersebut. Namun, kepala cabang JNE Batam terkesan tidak mengindahkannya.
Parahnya lagi, pihak perusahaan JNE Cabang Batam tempat Safri bekerja selama lebih kurang delapan tahun ini malah melakukan pemotongan terhadap gaji Safri tanpa ada dasar hukumnya.
“Gajinya dipotong, JHT nya juga ditahan. Ini jelas suatu pelanggaran,” imbuhnya.
Pihaknya juga mempertanyakan alasan perusahaan yang langsung memberhentikan Safri, dan menyatakan bahwasannya berdasarkan investigasi internal Safri telah melakukan tindakkan yang sangat fatal.
Lanjutnya, dalam surat pemberhentian tersebut Safri dinyatakan telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 36 ayat 2 hurif a dan/atau b Peraturan Perusahaan, sebagaimana investigasi yang dilakukan oleh internal perusahaan.
“Atas perbuatan tersebut, perusahaan memberikan sanksi Pemutusan Hubunga Kerja (PHK) dengan alasan mendesak sesuai dengan Peraturan Pemeeintah Nomor. 35 tahun 2021 Pasal 52 ayat 2, yang efekti pertenggal 16 Nomber 2024,” pungkasnya.(SL)
Redaksi